Minggu, 09 Oktober 2016

TEORI KONTRAK DAN TINDAKAN KOLEKTIF

TEORI KONTRAK DAN TINDAKAN KOLEKTIF

Dalam pendekatan ekonomi biaya transaksi, basis dari unit analisis adalah kontrak. Kontrak merupakan kesepakatan satu pelaku untuk melakukan tindakan yang memiliki nilai ekonomi pada pihak lain, dengan konsekuensi adanya tindakan balasan atau pembayaran.
Tindakan untuk membuat kontrak secara umum dilakukan berdasarkan tingkat pengamatan ynag berbeda, pada waktu yang tidak sama, dan berdasarkan timbal balik yang berlainan.
Para pelaku dalam kontrak memiliki derajat insentif tersendiri untuk dapat mematuhi isi kontrak tersebut.

Konsep kontrak dalam NIE (New Institusional Economics) menurut Richter (dalam Birner, 1999:48), merupakan konsep mengenai hak kepemilikan yang lebih luas dalam banyak hal dibanding dengan konsep hukum tentang kontrak.
Dalam teori standar (neoklasik), kontrak diasumsikan dalam kondisi lengkap yang dapat dibuat dan ditegakkan tanpa biaya. Namun kenyataannya, untuk membuat dan menetapkan kontrak yang komplit sangatlah sulit karena adanya biaya transaksi. Kontrak selalu tidak lengkap karena dua alasan, yaitu :
  1. Adanya ketidakpastian menyebabkan terbukany apeluang yang cukup besar untuk contingencies
  2. Kinerja kontrak khusus, misal menentukan jumlah energi yang dibutuhkan pekerja untuk melakukan pekerjaan yang rumit atau kompleks

Beberapa kontrak yang memerlukan tenaga ekstra karena kerumitannya, membuat pihak ketiga cukup kesulitan untuk membuktikan pelanggaran atas kontrak dan menyulitkan pengambilan keputusannya pula. Hampir sebagian besar kontrak secara eksplisit dan implisit berisi mekanisme penegakan. Beberapa elemen dari kinerja juga dispesifikasi dan dan dipaksakan oleh pihak ketiga.
Dalam hal ini dapat dilihat bahwasanya banyak dijumpai ketidakpastian atau unsur yang tidak pasti dalam sistem pembuatan kontrak.






Namun sebenarnya, faktor ketidakpastian yang muncul bisa ditelusuri dari realitas adanya informasi asimetris dalam kegiatan ekonomi. Informasi asimetri merupakan suatu keadaan di mana ketidaksetaraan informasi atau pengetahuan yang dialami oleh para pelaku yang bertransaksi di pasar. Peran kontrak yang komplit di sini adalah untuk mereduksi keberadaan informasi yang asimetris.
George A. Akerlof’s dianggap sebagai pionir teori informasi asimetris lewat karyanya yaitu The Market of “Lemons” : Quality Uncertainty and The Market Mechanism (1970). Dia berpendapat bahwa informasi asimetris yang terjadi di antara pelaku transaks dapat direduksi melalui kelembagaan pasar perantara.

Dalam kegiatan ekonomi modern, tipe kontrak dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
  1. Teori kontrak agen
  2. Teori kesepakatan otomatis
  3. Teori kontrak-relasional
Menard (2000:236) menunjukkan adanya tiga bentuk kesepakatan kontrak yang telah teruji yaitu :
  1. Kontrak harga tetap
  2. Kontrak jual beli
  3. Kontrak lepas

Menurut Menard (2000:236), terdapat empat aspek yang dapat disimpulkan menjadi faktor perbedaan jenis kontrak yaitu:
  1. Jangka waktu kontrak.
Jangka waktu kontrak sangat berkaitan dengan atribut yang dtercantum dan diperlukan dalam kontrak. Selain itu, jangka waktu juga menentukan komitmen dari para mitra.
  1. Derajat kelengkapan yang mencakup variabel-variabel harga, kualitas, aturan keterlambatan, dan penalti. Derajat kelengkapan kontrak meningkat seiring dengan spesifikasi asetdan menurun bila terdapat ketidak pastian
  2. Kontrak biasanya bersinggungan dengan insentif.
  3. Prosedur penegakan yang berlaku.
Kontrak memang bertujuan untuk saling menguntungkan antara kedua belah pihak, tetapi pada saat yang bersamaan, kontrak bisa jga dapat menyimpan risiko kerugian melalui sikap oprtunis.
Ada dua tipe penegakan yang eksis di masyarakat yaitu aturan formal dan informal. Aturan informal adalah aturan yang dibuat oleh organisasi resmi (pemerintah dan negara), sedangkan aturan informal muncul karena adanya jaringan kerja dan dipaksakan oleh masyarakat.
Penegakan dipengaruhi oleh daya tekan dari negara atau norma-norma dalam masyarakat.

Dalam banyak hal, individu-individu mungkin melakukan interaksi dengan pihak lain sekali saja tanpa ingin melnjutkan interaksi di lain waktu. Tanpa pihak ketiga, interaksi dilakukan hanya untuk satu kali dan bermaksud untuk menangkap dan memindahkan saja.
Ketiadaan pihak ketiga nampaknya membawa berbagai dampak negatif sebab tentu saja dalam penyelesaian masalah atau sengketa akan memakan banyak biaya.
Namun, kenyataan di dunia ini, manusia menginginkan situasi antara untung dan rugi. Oleh sebab itu, mereka memilih adanya interaksi jangka panjang.

Teori Tindakan kolektif pertma kali diformulasikan oleh Mancur Olson saat mengupas masalah kelompok-kelompok kepentingan. Teori ini sangat berguna untuk mengatasi masalah frre-rider dan mendesain jalan keluar bersama bagi pengelolaan sumber daya bersama atau penyediaan barang-barang publik.
Menurut Olson, tujuan penting bagi keberhasilan suatu tindakan bersama adalah ukuran homogenitas dan tujuan kelompok. Suatu tindakan kolektif bekerja secara optimum tergantung dari ketiga faktor penentu tersebut, yaitu:
  1. Makin besar ukruan suatu kelompok kepentingan, maka kian sulit bagi kelompok tersebut untuk menegosiasikan keoentingan di antara anggota kelompok.
  2. Makin beragam kepentingan anggota kelompok, makin rumit untuk merumuskan kepentingan bersama karena masing-masing anggota membawa kepentingannya sendiri-sendiri
  3. Tujuan kelompok harus dibuat secara fokus dengan mempertimbangkan kepentingan semua anggota.
Dalam konteks yang lebih luas, teori tradisional perilaku kelompok secara implisit berasumsi bahwa kelompok-kelompok swasta dan asosiasi-asosiasi beroperasi menurut prinsip-prinsip yang berbeda sepenuhnya dari operasi relasi antarperusahaan di pasar atau anatar prmbayar pajak dan negara (Olson, 2001:16).

Beberapa situasi yang membutuhlan tindakan kolektif agar dapat menyelesaikan persoalan (Heckathorn, 1993:330-331), yaitu :
  1. Sistem untuk mengelola sumber daya bersama, seperti perikanan, sumber daya air yang dikelola melalui sistem irigasi, atau padang rumput (Ostrom, 1990)
  2. Sistem untuk mengontrol perilaku
  3. Perubahan-perubahan sosial semacam revolusi
Tindakan kolektif bisa menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan masalah free-rider, tepai di sisi lain dia juga bisa menjadi salah satu faktor munculnya free-rider.
Menurut Olson (1965), masing-masing dari tiga fundamental ini bisa mempercepat proses tindakan kolektif, yaitu :
  1. Olson berargumentasi bahwa produksi secara sukarela dapat dilaksanakan dalam kelompok-kelompok kecil atau yang didominasi oleh kelompok besar
  2. Olson berpendapat bahwa interaksi stratetgis mungkin akan membuahkan kerjasama Cuma dalam kelompok sedang
  3. Olson berasumsi bahwa insentif selektif mengisyaratkan adanya otoritas sentral.

Tindakan kolektif, dalam banyak hal dirujuk ke dalam kegiatan semacam perilaku memilih, perilaku protes, formasi negara, pertumbuhan organisasi, dan altruisme dianggap sebagai hilir teori pilihan rasional. Teori pilihan rasional ini mengacu pada self-interest yang mana individu cenderung mengutamakan keuntungan dirinya sendiri. Dalam hal ini, individu akan mengambil tindakan kolektif bila menguntungkan bagi dirinya, sedangkan bila tindakan tersebut berpotensi mengundang free-rider, maka individu itu akan mengundurkan diri.
Wajah dari teori pilihan rasional tidak tunggal, yng mana setidaknya terdapat dua pendekatan dalam teori pilihan rasional yait pendekatan kuat dan pendekatan lemah.
Tindakan kolektif akan berhasil ketika hubungan antar-komunitas dicirikan oleh sifat komunitas.




 #5
#tugas5


Tidak ada komentar:

Posting Komentar