Minggu, 27 November 2016

EKONOMI KELEMBAGAAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI

EKONOMI KELEMBAGAAN DAN PERUBAHAN EKONOMI

Salah satu sasaran terpenting dari pembangunan ekonomi adalah tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi, selain aspek pemerataan dan stabilitas ekonomi.
Salah satu model pertumbuhan ekonomi yang paling populer adalah fungsi produksi yang diperkenalkan oleh Harrod-Domar dan Solow. Dalam model ini, fokus utama pertumbuhan ekonomi adalah pada faktor-faktor produksi, yaitu stok dan tenaga kerja. Sumber daya alam termasuk tanah, terkadang dimasukkan sebagai faktor produksi ketiga, tetapi seringkali sebagai bagian dari stok modal.
            Pada level nasional, fyngsi produksi mendeskripsikan hubungan ukuran dari tenaga kerja dan stok modal suatu negara yang biasanya terukur dalam Produk Nasional Bruto (PNB). Sedangkan pada level perusahaan atau ekonomi mikro, fungsi produksi tersebut mengabstrasikan seberapa banyak peningkatan output yang dihasilkan suatu perusahaan bila jumlah tenaga kerja atau stok modal meningkat, dengan faktor produksi yang lain dianggap tetap (Perkins, et. Al., 2001:39). Pada titik ini yaitu pada level makro, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh tiga variabel yaitu tabungan, investasi, dan penduduk.
            Dalam tradisi ekonomi kelembagaan, sumber pertumbuhan ekonomi tidak harus bertumpu pada investasi semata meski hal tersebut penting. Walau faktor tknologi dianggap tidak berubah (given), pertumbuhan ekonomi tetap bisa dilakukan. Pertumbuhan ekonomi tanpa adanya perubahan atau peningkatan teknologi disebut dengan pertumbuhan kasus statis (Yeager, 1998:35-36). Hal tersebut dapat dijelaskan melalui kurva possibilities frontier.
Berikut adalah bagan pertumbuhan ekonomi dalam kasus statis :
Oval: KelembagaagaanOval: ProduktivitasOval: Spesialisasi dan pembagian kerjaOval: Penciptaan PasarOval: Biaya Transaksi                                                                                                                         
                                                          
Oval: Kinerja ekonomi                                                                                                                                         


Tugas terpenting yang harus dilakukan agar tercipta spesialisasi adalah menciptakan kelembagaan yang efisien.





            Terdapat dua jalur yang dapat dilakukan untuk mendesain kelembagaan ekonomi yang memunculkan biaya transaksi rendah, yaitu :
  1. Membuat regulasi baik formal maupun informal yang menjamin kepastian pelaku ekonomi melakukan transaksi atau pertukaran
  2. Memperkuat sistem penegakan apabila terjadi masalah dalam proses transaksi
Hanya dengan dua jalur inilah biaya transaksi dapat ditekan sehingga memunculkan pasar yang sebenarnya. Pasar inilah yang mempertemukan permintaan dan penawaran atas barang dan jasa. Ukuran pasar yang besar menuntut adanya pembagian kerja atau spesialisasi.
Hal yang tak dapat dialpakan adalah peran dari kelembagaan informal seperti agama, keyakinan, budaya, dan code of conduct untuk turut mendorong efisiensi dan produktivitas kegiatan ekonomi.
Kelembagaan informal yang kuat dan baik, seperti menghargai waktu, disiplin, kerja dan jujur; diyakini akan mempengaruhi tingkat produktivitas. Sebaliknya, di negara yang penduduknya tidak disiplin dan kurang menghargai waktu, dipastikan akan berimplikasi terganggunya kegiatan ekonomi sehingga produktivitasnya rendah.
            Model pertumbuhan ekonomi sebelumnya, merupakan model lamam dengan pengandaian tidak terjadi perubahan teknologi.
Model pertumbuhan seperti itu relevan di masanya ketika perubahan teknologi tidak pernah terjadi atau setidaknya perubahan tersebut berjalan sangat lambat.
Sekarang teknologi tidak lagi dianggap sebagai variabel eksogen dalam proses produksi, melainkan dimasukkan sebagai variabel inti dari fungsi produksi sejajar dengan modal, tenaga kerja, dan tanah.
            Proses pertumbuhan ekonomi dalam pengertian dinamika endogen, yakni dengan memasukkan inovasi dan perubahan teknologi sebagai variabel endogen yang berkembang dinamis, yang kemudian dinela dengan sebutan “teori pertumbuhan baru” (Jaffee, 1998:107).
Ada dua jalan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yaitu :
  1. Meningkatkan jumlah sumber daya dalam proses produksi
  2. Pertumbuhan ekonomi juga bisa datang dari peningkatan produktivitas sumber daya
Bagaimana teknologi dapat ditingkatkan dari waktu ke waktu ?
  1. Sebuah negara harus mempercepat dan memperkuat kreativitas manusia
  2. Mengupayakan agar pasar modal berfungsi dengan baik
  3. Menciptakan lingkungan yang kompetitif sehingga bisa menekan korporasi untuk secara terus nenerus memperbaiki produk-produknya atau sanggup mengambil resiko
Operasional fungsi kelembagaan dalam pendekatan dinamis ini agak berbeda dengan kasus pertumbuhan statis.
            Kelembagaan dalam pendekatan dinamis diharapkan bisa mengubah perilaku organisasi khususnya pada level perusahaan. Berikut adalah ilustrasi sederhana terkait pernyataan tersebut.
Tiap perusahaan selalu berorientasi pada profit dan profit dapat dicapai dengan berbagai cara. Pemerintah dapat memperoleh laba dengan berbagai cara misalnya, hak monopoli, lisensi, tata niaga, dll. Dengan hak keistimewaan tersebut, korporasi dapat dengan mudah mendapat keuntungan. Perusahaan juga bisa memperoleh laba melalui perubahan dan peningkatan teknologi sehingga produk yang dihasilkan kompetitif di pasar. Dalam jangka panjang, perusahaan akan terus bertahan dengan melakukan pembaharuan produk lewat perubahan dan adaptasi teknologi baru.
            Berikut adalah bagan mengenai petumbuhan ekonomi dalam kasus dinamis, yaitu :
Kelembagaan            Perilaku Organisasi            Proses Creative Destruction         Perbaikan Teknologi                 Pertumbuhan Ekonomi
Negara berkembang memiliki kesadaran yang rendah dalam meletakkan aspek penelitian dan pengembangan, sehingga komitmen pada level perusahaan hampir tak terlihat. Juga pembiayaan R&D masih bertumpu pada pemerintah. Akibatnya, perekonomian negara berkembang selalu tergantung pada negara maju karena kemampuan teknologinya yang rendah. Negara maju dapat meningkatkan kapasitas teknologi tiap saat melalui percepatan R&D, sehinga berdampak pada peningkatan kualitas dan jumlah output yang dihasilkan.
Namun, hal lain yang dapat dilakukan oleh negara berkembang adalah dengan membenahi sektor pendidikan.
            Dalam pendekatan biaya transaksi, perusahaan dilihat sebagai struktur tata kelola, menggantikan pandangan aliran neoklasik yang menempatkan perusahaan sebagai fungsi produksi. Dalam pendekatan neoklasik, kuantitas input digunakan dalam proses produksi yang telah terspesifikasi yakni melihat teknologi sebagai faktor eksogen yang akan menentukan kuantitas output.
Terdapat tiga faktor yang terlibat dalam tata kelola perusahaan, yaitu independensi direksi, kepemilikan lembaga, dan kehadiran pemegang saham mayoritas.
Beberapa mekanisme untuk mengontrol manajemen yang terdapat pada tata kelola korporasi (Hart, 1995:681-685), yaitu :
1.      Model komisaris yaitu pemegang saham memilih komisaris bertindak mewakili kepentingan mereka, dan badan ini sebaliknya memonitor manajemen ouncak dan meratifikasi keputusan yang penting
2.      Model perjuangan perwakilan : jika kinerja anggota komisaris cukup buruk maka pemegang saham dapat menggantinya
3.      Model pemegang saham besar : pemegang saham kecil memiliki sedikit insentif untuk memonitor manajemen atau meluncurkan model perjuangan perwakilan
4.      Model pengambil alihan paksa: pengambilalihan paksa pada prinsipnya merupakan mekanisme yang jauh lebih kuat untuk mendisiplinkan manajemen
5.      Model struktur keuangan: sumber disiplin lain yang penting bagi manajer adalah adanya insentif yang diberikan melalui struktur keuangan korporasi


#tugaske10
#10

Minggu, 20 November 2016

TEORI PERUBAHAN KELEMBAGAAN



TEORI PERUBAHAN KELEMBAGAAN

Perubahan kelembagaan di masyarakat berarti terjadinya perubahan dalam prinsip regulasi dan organisasi, perilaku, dan pola-pola interaksi.
Arah perubahan tersebut menuju pada peningkatan perbedaan prinsip dan pola-pola umum dalam kelembagaan yang saling berhubungan sementara pada wkatu yang bersamaan terdapat peningkatan kebutuhan untuk melakukan integrasi dalam sistem sosial yang kompleks.
Perbedaan tersebut bisa berarti juga memperluas rantai rasa saling ketergantungan yang menuntut adanya integrasi. Dalam posisi ini, perbedaan dan integrasi merupakan proses pelengkap (Manig, 1991:17).
            Tujuan utama dari tiap perubahan kelembagaan adalah menginternalisasikan potensi produktivitas yang lebih besar dari perbaikan pemanfaatan sumber daya yang secara simultan menciptakan keseimbangan baru (keadilan sosial) (Manig, 1992:5).
Perubahan kelembagaan dapat dianggap sebagai proses yang bertujuan memperbaiki kualitas interaksi (ekonomi) antar pelakunya secara intensif.
Basis utama dari transformasi permanen adalah kesadaran bahwa aspek-aspek sosial terus berkembang sebagai tanggapan dari perubahan pada bidang-bidang lain seperti ekonomi, budaya, politik, hukum, dsb. Di sisi lain, rekayas sosial sangat mungkin dilakukan. Rekayasa sosial dapat menjadi sumber perubahann kelembagaan, dalam konteks perubahan pola interaksi ekonomi antar pelakunya.
            Perubahan kelembagaan menjadi faktor utama terhadap perubahan struktur dalam sistem sosial tertentu. Perubahan kelembagaan diandaikan mempunyai kekuatan yang aktif dalam mempengaruhi aspek-aspek kehidupan sosial, hukum, ekonomi, politik, dll. Maksudnya, jika norma yang mengatur interaksi sosial berubah, maka seluruh pola hubungan sosial yang dikembangkan oleh seluruh masyarakat bisa berubah.
Terdapat lima proporsi yang mendefinisikan karakteristik perubahan kelembagaan (North, 1995:23), yaitu :
  1. Interaksi kelembagaan dan organisasi yg terjadi secara terus-menerus dalam setting ekonomi kelangkaan, lalu diperkuat oleh kompetisi, itu adalah kunci perubahan kelembagaan
  2. Kompetisi akan membuat organisasi menginvestasikan keterampilan dan pengetahuan untuk bertahan hidup
  3. Kerangka kelembagaan mendikte jenis keterampilan dan pengetahuan yang dianggap memiliki hasil maksimum
  4. Persepsi berasal dari konstruksi mental para pelaku
  5. Cakupan ekonomi, komplementaritas, dan eksternalitas jaringan matriks kelembagaan menciptakan perubahan kelembagaan yang meningkat dan memiliki jalur ketergantungan
Perubahan kelembagaan sebenarnya terjadi akibat munculnya masalah kelangkaan dan perilaku individu yang sulit ditebak.
Kelangkaan di sini tidak sekedar mempersoalkan keterbatasan sumber daya (ekonomi) yang tersedia, namun juga keterbatasan aturan main yang mengakibatkan pelaku ekonomi tidak memiliki akses melakukan transaksi secara sepadan.
            Perubahan kelembagaan bisa muncul dari perubahan tuntutan pemilih atau perubahan kekuasaan pemasok kelembagaan yaitu aktor pemerintah.
Sisi permintaan dan penawaran dari perubahan kelembagaan bisa dipakai sebagai pijakan menganalisis sumber perubahan kelembagaan.
Deskripsi tersebut mewartakan bahwa perusahaan kelembagaan dari sisi bawah merupakan hasil pertarungan antar pelakuknya, sedangkan perubahan kelembagaan dari sisi atas merupakan hasil regulasi dari pihak-pihak yang memiliki otoritas.
            Menurut North, terdapat dua faktor utama sebagai cara untuk memahami dinamika perubahan kelembagaan (Hira dan Hira, 2000:273), yaitu :
  1. Perubahan kelembagaan sebagai hubungan simbiotik antara kelembagaan dan organisasi yang mengelilingi di sekitar struktur insentif yang disediakan oleh kelembagaan
  2. Perubahan kelembagaan sebagai proses umpan balik di mana individu merasa dan bereaksi terhadap perubahan berbagai kesempatan
North menyatakan terdapat tantangan mendasar dalam menciptakan kelembagaan yang efisien (Hira dan Hira, 2000:275-276), yakni menyingkirkan aspek-aspek informal dengan halangan formal dan menciptakan serta merawat kebijakan yang akan mendukung tercapainya kelembagaan yang efisien.
Dalam ekonomi pasar yang terkonsentrasi, misalnya perubahan kelembagaan dipastikan akan terjadi namun dalam konteks yang negatif. Pelaku ekonomi kecil yang menguasai pasar akan mendikte aturan main (kelembagaan) melalui serangkaian kesepakatan terbatas yang dibuat di antara mereka sendiri. Jika proses ini terus terjadi tanpa upaya menciptakan hambatan formal dalam wujud regulasi pemerintah, maka perubahan kelembagaan yang terjadi akan merugikan sebagian besar pelaku ekonomi.
            Menurut North (1990:86), proses perubahan kelembagaan dapat digambarkan sebagai berikut. Perubahan harga relatif mendorong satu atau kedua pihak mengadakan pertukaran, apakah politik atau ekonomi, untuk menunjukkan bahwa satu atau kedua belah pihak dapat bekerja lebih baik dengan kesepakatan atau kontrak yang telah diperbaharui.
Terdapat dua cara yang berbeda untuk menganalisis perubahan kelembagaan, yaitu :
  1. Pendekatan pertama melihat perubahan kelembagaan hanya dari aspek biaya dan manfaat dan meyakini bahwa kekuatan motif dapat membangun kelembagaan yang lebih efisien. Pendekatan ini juga disebut dengan “teori naif” dari perubahan kelembagaan
  2. Pendekatan yang lain melihat perubahan kelembagaan sebagai hasil dari perjuanagan antara kelompok-kelompok kepentingan yang kemudian disebut sebagai “teori kelompok kepentingan” dari perubahan kelembagaan.
Teori naif fokus pada pada hasil perubahan kelembagaan dan menyatakan bahwa kelembagaan yang efisien bisa muncul secara otomatis walau semu, sedangkan teori kelompok kepentingan menekankan pada proses yang mendorong ke arah perubahan kelembagaan tersebut (Birner, 1996:147-148). Dalam posisi ini, “teori naif” dan “teori kelompok kepentingan” tidak memiliki kaitan.
            Beberapa ahli ekonomi berargumentasi bahwa kelembagaan yag eksis dalam perekonomian dan masyarakat adalah efisien karena kelembagaan ini merupakan pencapaian potensial atau kompetisi nyata di antara alternatif kesepakatan kelembagaan.
Perubahan kelembagaan yang dipicu secara pribadi akan terjadi jika biaya transaksi marjinal berubah dan kelembagaan baru yang lebih efisien daripada kelembagaan yang lama.
Perubahan kelembagaan dalam suatu kasus merupakan hasil perjuangan antara berbagai kelompok yang berharap mendapatkan pembagian lebih baik dalam pemanfaatan berbagai sumber daya dan distribusi pendapatan dan mereka yang berusaha untuk menghalangi. Perubahan ini terkait dengan biaya sosial dan sekaligus terjadi dalam jangka waktu yang lama.
            Scott (dalam Challen, 2000:47) mengidentifikasi adanya empat fase di mana perubahan kelembagaan telah terjadi dalam konteks historis yaitu :
  1. Perubahan spontan dan tidak berlanjut oleh revolusi dan penaklukan
  2. Perubahan spontan dan inkremental dari pemanfaatan tradisi dan perilaku umum
  3. Perubahan inkremental oleh proses pengadilan dan evolusi undang-undang umum
  4. Perubahan inkremental yang dilakukan oleh imperialis, birokrasi, atau politik
Hal paling maksimal yang bisa dilakukan oleh analis perubahan kelembagaan adalah memetakan segi kelemahan dan kekuatan dari masing-masing tipe perubahan kelembagaan.
Model perubahan kelembagaan dapat dideskripsikan sebagai proses interaksi anatara dua entittas yaitu wirausahawan ekonomi dan wirausahawan politik. Wirausahawan politik dan ekonomi ini adalah kelas orang-orang atau kelompok bersama yang memiliki level berbeda dalam hierarki kelembagaan.
Faktor-faktor lingkungan yang dipertemukan oleh economic entrepreneurs berisi tentang kelembagaan yang telah eksis, yakni selera dan preferensi wirausahawan, serta pernyataan teknologi produksi dan teknologi sosial.
            Penyebab perubahan kelembagaan ada dua yaitu :
  1. Permintaan dari pelaku
  2. Penawaran dari lembaga yang memiliki otoritas spesifik
Perubahan kelembagaan dianalisis sebagai hasil dari strategi politik yang memasukkan aspek aliansi, konflik, tawar-menawar, dan lobi.
Terdapat dua tipe kelembagaan, yaitu :
  1. Perubahan kelembagaan terinduksi
  2. Perubahan kelembagaan dipaksakan
Dalam konteks kelembagaan formal, diperlukan alat ukur dan variabel-variabel terfokus sehingga memudahkan tiap pengambil kebijakan merumuskan jenis kelembagaan yang dibutuhkan.
Pada level makro ekonomi, setidaknya ada lima isu penting yang sering dikaji yaitu kontrol terhadap inflasi, pengurangan defisit anggaran, stabilisasi nilai tukar mata uang, intensitas perdagangan internasional, dan peningkatan investasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pada level mikro, isu yang dibahas adalah liberalisasi harga, privatisasi, pengembangan pasar modal, penciptaan sistem hukum untuk menegakkan hak kepemilikan dan mempromosikan kompetisi.
Negara yang menganut perencanaan terpusat biasanya pad alevel makro bercirikan sbb, angka inflasi yang fluktuatif, pemerintah menjadi agen ekonomi, nilai tukar mata uang domestik tidak stabil, dan perdagangan lebih ditujukan ke pasar domestik.
Sedangkan pada level mikro, kebijakan harga cenderung dipatok pemerintah, perusahaan dimiliki oleh negara, ikim pasar sangat monopolis akibat intervensi negara, dan tidak ada jaminan hak kepemilikan individu.
            Ada tiga rintangan politik yang sering terjadi untuk menikung perjalanan reformasi ekonomi (Haggard danh Kaufman, 1995:156-157), yaitu :
  1. Kebijakan reformasi ekonomi yang menyentuuh barang-barang publik selalu menimbulkan masalah free riders
  2. Dalam pandanagn model distributif, kebijakan reformasi diasumsikan akan didudkung oleh kelompok pemenang dan dilawan oleh kelompok pecundang
  3. Masalah klasik dari reformasi ekonomi adalah biaya reformasi biasanya terkonsentrasi pada satu kelompok tertentu
Peruubahan kelembagaan juga menyangkut aspek informasi yang bersumber dari reputasi, kredibilitas, dan konsensus. Kegiatan ekonomi yang modern dan kompleks mmunculkn fungsionalisme struktural untuk mengikuti perkembangan ekonomi.
Perubahan kelembagaan memiliki keuntungan bagi masyarakat hanya jika biaya-biaya yang muncul akibat perlindungan hak-hak lebih kecil ketimbang penerimaan dari alokasi sumber daya yang lebih baik.


#tugas9
#9

Minggu, 13 November 2016

TEORI MODAL SOSIAL

TEORI MODAL SOSIAL

Teori modal sosial awalnya berasal dari sebuah ide cetusan Pierre Bordieu yang tertuang dalam tulisannya yang berjudul ‘Le Capital Notes Provisoires’ yang diterbitkan pada tahun 1980 dalam ‘Actes  de la Recherche  en Sciences Sociales’.
Namun karena tulisan Bordieu ditulis dalam bahasa Perancis, tidak banyak ilmuwan sosial yang menaruh perhatian. Lalu James L. Coleman mempublikasikan tulisan dari topik yang sama dalam bahasa Inggris pada tahun 1993, dan mendapat perhatian dari para ilmuwan. Para ahli berkeyakinan bahwa Coleman-lah yang mencetuskan ide tentang konsep modal sosial.
            Poldan (dalam walis, Killerby, dan Dollery, 2004:239) menyebut modal sosial “sangat dekat untuk menjadi konsep gabungan bagi seluruh disiplin ilmu sosial”. Dua modal lain yang populer namun berbeda dari modal sosial adalah modal ekonomi dan modal manusia.
Coleman mendefiniskan modal sosial berdasarkan fungsinya, yaitu menurutnya modal sosial bukan suatu entitas tunggal, tetapi entitas majemuk yang mengandung dua elemen yaitu modal sosial mencakup beberapa aspek dari struktur sosial dan modal sosial memfasilitasi tindakan tertentu dari pelaku (aktor) baik individu maupun perusahaan dalam struktur tersebut. Modal sosial bersifat produktif.
            Peletak pondasi konsep modal sosial, Bordieu, mendefinisikan modal sosial sebagai agregat sumber daya aktual ataupun potensial yang diikat untuk mewujudkan jaringan yang awet sehingga menginstitusionalisasikan hubungan persahabatan yang saling menguntungkan.
Dia berkeyakinan bahwa bahwa jaringan sosial tidaklah alami atau given melainkan dikonstruksi melalui strategi investasi yang berorientasi pada pelembagaan hubungan-hubungan kelompok. Definisi tersebut mengandaikan bahwa modal sosial memisahkan dua elemen yaitu hubungan sosial itu sendiri yang mengizinkan individu untuk mengklaim akses terhadap sumber daya yang dipunyai oleh asosiasi mereka dan jumlah dan kuantitas dari sumber daya tersebut. Burt memaknai modal sosial sebagai teman, kolega, dan lebih umum kontak lewat siapapun yang membuka peluang bagi pemanfaatn modal ekonomi dan manusia (Portes, 1998:6).






            Coleman (1988:102-105) menyebutkan tiga bentuk dari modal sosial, yaitu :
  1. Struktur kewajiban, ekspektasi, dan kepercayaan. Pada elemen ini modal sosial tergantung dari dua elemen kunci yaitu kepercayaan dari lingkungan sosial dan perluasan aktual dari kewajiban yang sudah dipenuhi.
  2. Jaringan informasi. Informasi sangat penting sebagai basis tindakan, tetapi informasi itu mahal, tidak gratis.
  3. Norma dan sanksi yang efektif . Norma dalam sebuah komunitas yang mendorong individu untuk mencapai prestasi dapat digolongkan sebagai modal sosial.
Bentuk-bentuk modal sosial selalu berkaitan dengan struktur sosial di mana masyarakat tersebut diam.
Modal sosial dalam bentuk ekspektasi dan kepercayaan ini dapat ditransformasikan menjadi keunggulan untuk memperoleh benefit ekonomi. Demikian halnya dengan jejaring informasi yang bersumber dari banyak pihak, mengandaikan bahwa individu tersebut gampang mendapat informasi secara lengkap dan murah. Implikasinya adalah keputusan (ekonomi) yang dilakukan dapat diambil secara tepat dan cepat sehingga dapat menghasilkan keuntungan.
      Modal sosial dapat menjadi aset bagi organisasi maupun anggotanya. Modal sosial secara spesifik dapat (Chegini, et. Al., 2012:3158) :
  1. Mempengaruhi sukses pekerjaan
  2. Membantu pekerja menemukan pekerjaan dan menciptakan portofolio pekerja yang lebih baik di organisasi
  3. Memfasilitasi pertukaran sumber daya antar unit
  4. Memotivasi pembaruan, penciptaan model intelektual, dan efisiensi multifungsi tim
  5. Mengurangi perubahan pekerjaan karyawan
  6. Memperkuat hubungan dengan pemasok, jaringan produksi regional dan pembelajaran organisasi
Secara umum, modal sosial bisa dilakukan pendekatan melalui dua perspektif, yaitu:
  1. Mengkaji modal sosial dari perspektif pelaku.
  2. Mencermati modal sosial dari persepektif masyarakat.
Coleman melihat dari dua sudut pandan sekaligus dengan cakupan yang lebih luas mengenai bentuk-bentuk modal sosial termasuk ekspektasi, norma, dan sanksi (dalam Rosyadi, 2003:29).
      Terdapat empat argumentasi yang dapat disajikan untuk memberikan penjelasan yang representatif, yaitu :
  1. Aliran informasi. Dalam pasar yang tidak sempurna, ikatan sosial dalam posisi lokal dapat memberikan informasi pada individu yang berguna tentang kesempatan dan pilihan. Tergantung pada individu tersebut dapat menganda;kan lingkungan dan potensi dirinya untuk mendapat informasi terssebut atau tidak. Dengan adanya informasi yang tepat, akan mengurangi biaya transaksi.
  2. Ikatan sosial dapat mempengaruhi pelaku
  3. Ikatan sosial mungkin diberikan oleh organisasi atau pelakunya sebagai sertifikasi kepercayaan sosial individu
  4. Hubungan sosial diekspektasikan dapat memperkuat kembali identitas dan pengakuan.
Jika dipilah dalam tiga penampakan, akan didapat sebuah operasionalisasi modal sosial, yaitu :
  1. Menurut sumber dan pengejawantahannya, struktur modal sosial terdiri dari peran dan aturan, jaringan dan hubugan interpersonal dengan pihak lain, serta prosedur dan kejadian
  2. Menurut cakupannya, struktur modal sosial terbentuk dari organisasi sosial aspek kognisinya terwujud dalam budaya sipil
  3. Menurut elemen-elemen umum, struktur modal sosial terbangun berdasarkan ekspektasi yang mengarah pada perilaku kerja sama yang saling menguntungkan.
Konsep modal sosial mempunyai dimensi multispektrum. Terdapat empat cara pandang terhadap modal sosial (Woolcock dan Narayan, 2000:229-238), yaitu :
  1. Pandangan komunitarian yang menyamakan modal sosial dengan organisasi lokal, seperti klub, asosiasi, dam kelompok-kelompok sipil
  2. Pandangan jaringan/jejaring menggabungkan dua level, sisi atas dan sisi bawah yang menekankan pentingnya asosiasi vertikal dan horisontal di antara orang-orang dan relasinya dengan entitas organisasi lain, semacam kelompok komunitas dan perusahaan.
Konsep ini mengoperasikan dua sifat penting modal sosial yaitu sebagai ikatan dan jembatan.. Pandangan jajeraing ini dapat dikarakteristikkan dalam dua proposisi kunci yaitu modal adalah pedang bersisi dua dan sumber-sumber modal sosial perlu dipisahkan dari konsekuensi-konsekuensi yang muncul dari kemungkinan negatif.
  1. Pandangan kelembagaan berargumentasi bahwa vitalitas jaringan komunitas dan masyarakat sipil merupakan produk dari sistem politik, hukum, dan lingkungan kelembagaan.
  2. Pandangan sinergi berupaya mengintegrasikan konsep jejaring dan kelembagaan. Evans (1992, 1995, 1996) menyimpulkan bahwa sinergi antara pemerintah dan masyarakat didasarkan pada prinsip komplementer dan keterlekatan.
Bila diidentifikasi lebih lanjut, kontroversi yang menyangkut konsep modal sosial dibagi dalam empat isu, yaitu :
  1. Kontroversi yang menghadapkan apakah modal sosial itu aset kolektif atau individu. Kontroversi ini berasal dari persinggungan antara perspektif makro versius level hubungan. Pada level kelompok, modal sosial merepresentasikan beberapa agregasi sumber daya yang bernilai bagi interaksi anggota dalam sebuah jaringan.
  2. Kontroversi yang melihat modal sosial sebagai “klosur” atau jaringan terbuka dalam sebuah jaringa atau relasi sosial.
  3. Kontroversi yang dipicu oleh pandangan Coleman yang menyatakan bahwa modal sosial merupakan “sumber daya struktur sosial” yang menghasilkan keuntungan bagi individu dalam sebuah tindakan yang spesifik.
  4. Kontroversi mengenai pengukuran
Di luar kontroversi tersebut, bahasan tentang konsep modal sosial didominasi oleh cara pandang yang terlalu positif, artinya menempatkan modal sosial sebagai variabvel yang dapat memberikan manfaaat bagi kemaslahatan bersama.
Dalam salah satu bagian risalahnya, Yoram Ben-Porath (dalam Coleman, 1988:96) mengembangkan konsep yang sangat dekat dengan pengertian modal sosial, yakni yang disebut sebagai “F-connection”. F-connection tersebut terdiri dari families artinya keluarga dan firms atau perusahaan. Tetapi konsep F-connection tsb memiliki implikasi negatif terhadap pertukaran ekonomi atau kegiatan ekonomi secara keseluruhan.
            Empat konsekuensi negatif modal sosial (Portes, 21998:15) yaitu :
  1. Pengucilan dari pihak luar
  2. Dampak klaim terhadap anggota kelompok
  3. Rintangan terhadap kebebasan individu
  4. Penyempitan ruang lingkup dari norma
Modal sosial bisa merusak bila digunakan untuk kepentingan-kepentingan sempit, contohnya adalah kasus mafia, di mana ikatan yang kuat dalam organisasi tsb digunakan secara tertutup demi melindungi operasi usaha ilegal, kekerasan, dan kejahatan.
      Hubungan antara modal sosial dan pembangunan ekonomi mengambil dua karakteristik yaitu :
  1. Penelitian hulu yang mencoba mencari landasan teoritis yang merelasikan modal sosial dengan pembangunan ekonomi
  2. Penelitian hilir yang berusaha melacak implikasi modal sosial terhadap pembangunan ekonomi
Dalam perspektif rasionalitas transaksionbal (digunakan untuk menganalisis pertukaran ekonomi), tujuan utamanya adalah memperoleh modal ekonomi dan kepentingan dalam aspek transaksional pertukaran yang dimediasi oleh harga dan uang.
Kegunaan dari pertukaran adalah untuk mengoptimalisasi keuntunga transaksional, sedangkan pilihan rasional didasarkan pada analisis hubungan-hubungan alternatif yang meproduksi beragam keuntungan dan biaya transaksional.
Aturan-aturan pertukaran berperan dalam dua hal yaitu :
  1. Jika hubungan dengan agen tertentu menghasilkan keuntungan maka keputusannya adalah melanjutkan hubungan transaksi
  2. Bila hubungan tsb gagal menghasilkan laba relatif, maka ada dua pilihan yang dapat diambil yaitu menemukan hubungan alternatif yang bisa memproduksi keuntungan atau merawat hubungan tsb tetapi dengan berupaya mengurangi biaya transaksional

 #8
#tugas8