TEORI
PERUBAHAN KELEMBAGAAN
Perubahan kelembagaan di masyarakat
berarti terjadinya perubahan dalam prinsip regulasi dan organisasi, perilaku,
dan pola-pola interaksi.
Arah
perubahan tersebut menuju pada peningkatan perbedaan prinsip dan pola-pola umum
dalam kelembagaan yang saling berhubungan sementara pada wkatu yang bersamaan
terdapat peningkatan kebutuhan untuk melakukan integrasi dalam sistem sosial
yang kompleks.
Perbedaan
tersebut bisa berarti juga memperluas rantai rasa saling ketergantungan yang menuntut
adanya integrasi. Dalam posisi ini, perbedaan dan integrasi merupakan proses
pelengkap (Manig, 1991:17).
Tujuan utama dari tiap perubahan
kelembagaan adalah menginternalisasikan potensi produktivitas yang lebih besar
dari perbaikan pemanfaatan sumber daya yang secara simultan menciptakan
keseimbangan baru (keadilan sosial) (Manig, 1992:5).
Perubahan
kelembagaan dapat dianggap sebagai proses yang bertujuan memperbaiki kualitas
interaksi (ekonomi) antar pelakunya secara intensif.
Basis
utama dari transformasi permanen adalah kesadaran bahwa aspek-aspek sosial
terus berkembang sebagai tanggapan dari perubahan pada bidang-bidang lain
seperti ekonomi, budaya, politik, hukum, dsb. Di sisi lain, rekayas sosial
sangat mungkin dilakukan. Rekayasa sosial dapat menjadi sumber perubahann
kelembagaan, dalam konteks perubahan pola interaksi ekonomi antar pelakunya.
Perubahan kelembagaan menjadi faktor
utama terhadap perubahan struktur dalam sistem sosial tertentu. Perubahan
kelembagaan diandaikan mempunyai kekuatan yang aktif dalam mempengaruhi
aspek-aspek kehidupan sosial, hukum, ekonomi, politik, dll. Maksudnya, jika
norma yang mengatur interaksi sosial berubah, maka seluruh pola hubungan sosial
yang dikembangkan oleh seluruh masyarakat bisa berubah.
Terdapat
lima proporsi yang mendefinisikan karakteristik perubahan kelembagaan (North,
1995:23), yaitu :
- Interaksi kelembagaan dan organisasi yg terjadi secara terus-menerus dalam setting ekonomi kelangkaan, lalu diperkuat oleh kompetisi, itu adalah kunci perubahan kelembagaan
- Kompetisi akan membuat organisasi menginvestasikan keterampilan dan pengetahuan untuk bertahan hidup
- Kerangka kelembagaan mendikte jenis keterampilan dan pengetahuan yang dianggap memiliki hasil maksimum
- Persepsi berasal dari konstruksi mental para pelaku
- Cakupan ekonomi, komplementaritas, dan eksternalitas jaringan matriks kelembagaan menciptakan perubahan kelembagaan yang meningkat dan memiliki jalur ketergantungan
Perubahan
kelembagaan sebenarnya terjadi akibat munculnya masalah kelangkaan dan perilaku
individu yang sulit ditebak.
Kelangkaan
di sini tidak sekedar mempersoalkan keterbatasan sumber daya (ekonomi) yang
tersedia, namun juga keterbatasan aturan main yang mengakibatkan pelaku ekonomi
tidak memiliki akses melakukan transaksi secara sepadan.
Perubahan kelembagaan bisa muncul
dari perubahan tuntutan pemilih atau perubahan kekuasaan pemasok kelembagaan
yaitu aktor pemerintah.
Sisi
permintaan dan penawaran dari perubahan kelembagaan bisa dipakai sebagai
pijakan menganalisis sumber perubahan kelembagaan.
Deskripsi
tersebut mewartakan bahwa perusahaan kelembagaan dari sisi bawah merupakan
hasil pertarungan antar pelakuknya, sedangkan perubahan kelembagaan dari sisi
atas merupakan hasil regulasi dari pihak-pihak yang memiliki otoritas.
Menurut North, terdapat dua faktor
utama sebagai cara untuk memahami dinamika perubahan kelembagaan (Hira dan
Hira, 2000:273), yaitu :
- Perubahan kelembagaan sebagai hubungan simbiotik antara kelembagaan dan organisasi yang mengelilingi di sekitar struktur insentif yang disediakan oleh kelembagaan
- Perubahan kelembagaan sebagai proses umpan balik di mana individu merasa dan bereaksi terhadap perubahan berbagai kesempatan
North
menyatakan terdapat tantangan mendasar dalam menciptakan kelembagaan yang
efisien (Hira dan Hira, 2000:275-276), yakni menyingkirkan aspek-aspek informal
dengan halangan formal dan menciptakan serta merawat kebijakan yang akan
mendukung tercapainya kelembagaan yang efisien.
Dalam
ekonomi pasar yang terkonsentrasi, misalnya perubahan kelembagaan dipastikan
akan terjadi namun dalam konteks yang negatif. Pelaku ekonomi kecil yang
menguasai pasar akan mendikte aturan main (kelembagaan) melalui serangkaian
kesepakatan terbatas yang dibuat di antara mereka sendiri. Jika proses ini
terus terjadi tanpa upaya menciptakan hambatan formal dalam wujud regulasi
pemerintah, maka perubahan kelembagaan yang terjadi akan merugikan sebagian
besar pelaku ekonomi.
Menurut North (1990:86), proses
perubahan kelembagaan dapat digambarkan sebagai berikut. Perubahan harga
relatif mendorong satu atau kedua pihak mengadakan pertukaran, apakah politik
atau ekonomi, untuk menunjukkan bahwa satu atau kedua belah pihak dapat bekerja
lebih baik dengan kesepakatan atau kontrak yang telah diperbaharui.
Terdapat
dua cara yang berbeda untuk menganalisis perubahan kelembagaan, yaitu :
- Pendekatan pertama melihat perubahan kelembagaan hanya dari aspek biaya dan manfaat dan meyakini bahwa kekuatan motif dapat membangun kelembagaan yang lebih efisien. Pendekatan ini juga disebut dengan “teori naif” dari perubahan kelembagaan
- Pendekatan yang lain melihat perubahan kelembagaan sebagai hasil dari perjuanagan antara kelompok-kelompok kepentingan yang kemudian disebut sebagai “teori kelompok kepentingan” dari perubahan kelembagaan.
Teori
naif fokus pada pada hasil perubahan kelembagaan dan menyatakan bahwa
kelembagaan yang efisien bisa muncul secara otomatis walau semu, sedangkan
teori kelompok kepentingan menekankan pada proses yang mendorong ke arah
perubahan kelembagaan tersebut (Birner, 1996:147-148). Dalam posisi ini, “teori
naif” dan “teori kelompok kepentingan” tidak memiliki kaitan.
Beberapa ahli ekonomi berargumentasi
bahwa kelembagaan yag eksis dalam perekonomian dan masyarakat adalah efisien
karena kelembagaan ini merupakan pencapaian potensial atau kompetisi nyata di
antara alternatif kesepakatan kelembagaan.
Perubahan
kelembagaan yang dipicu secara pribadi akan terjadi jika biaya transaksi
marjinal berubah dan kelembagaan baru yang lebih efisien daripada kelembagaan
yang lama.
Perubahan
kelembagaan dalam suatu kasus merupakan hasil perjuangan antara berbagai
kelompok yang berharap mendapatkan pembagian lebih baik dalam pemanfaatan
berbagai sumber daya dan distribusi pendapatan dan mereka yang berusaha untuk
menghalangi. Perubahan ini terkait dengan biaya sosial dan sekaligus terjadi
dalam jangka waktu yang lama.
Scott (dalam Challen, 2000:47)
mengidentifikasi adanya empat fase di mana perubahan kelembagaan telah terjadi
dalam konteks historis yaitu :
- Perubahan spontan dan tidak berlanjut oleh revolusi dan penaklukan
- Perubahan spontan dan inkremental dari pemanfaatan tradisi dan perilaku umum
- Perubahan inkremental oleh proses pengadilan dan evolusi undang-undang umum
- Perubahan inkremental yang dilakukan oleh imperialis, birokrasi, atau politik
Hal
paling maksimal yang bisa dilakukan oleh analis perubahan kelembagaan adalah
memetakan segi kelemahan dan kekuatan dari masing-masing tipe perubahan
kelembagaan.
Model
perubahan kelembagaan dapat dideskripsikan sebagai proses interaksi anatara dua
entittas yaitu wirausahawan ekonomi dan wirausahawan politik. Wirausahawan
politik dan ekonomi ini adalah kelas orang-orang atau kelompok bersama yang
memiliki level berbeda dalam hierarki kelembagaan.
Faktor-faktor
lingkungan yang dipertemukan oleh economic
entrepreneurs berisi tentang kelembagaan yang telah eksis, yakni selera dan
preferensi wirausahawan, serta pernyataan teknologi produksi dan teknologi
sosial.
Penyebab perubahan kelembagaan ada
dua yaitu :
- Permintaan dari pelaku
- Penawaran dari lembaga yang memiliki otoritas spesifik
Perubahan
kelembagaan dianalisis sebagai hasil dari strategi politik yang memasukkan
aspek aliansi, konflik, tawar-menawar, dan lobi.
Terdapat
dua tipe kelembagaan, yaitu :
- Perubahan kelembagaan terinduksi
- Perubahan kelembagaan dipaksakan
Dalam konteks kelembagaan formal,
diperlukan alat ukur dan variabel-variabel terfokus sehingga memudahkan tiap
pengambil kebijakan merumuskan jenis kelembagaan yang dibutuhkan.
Pada
level makro ekonomi, setidaknya ada lima isu penting yang sering dikaji yaitu
kontrol terhadap inflasi, pengurangan defisit anggaran, stabilisasi nilai tukar
mata uang, intensitas perdagangan internasional, dan peningkatan investasi
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pada level mikro, isu yang dibahas adalah
liberalisasi harga, privatisasi, pengembangan pasar modal, penciptaan sistem
hukum untuk menegakkan hak kepemilikan dan mempromosikan kompetisi.
Negara
yang menganut perencanaan terpusat biasanya pad alevel makro bercirikan sbb,
angka inflasi yang fluktuatif, pemerintah menjadi agen ekonomi, nilai tukar
mata uang domestik tidak stabil, dan perdagangan lebih ditujukan ke pasar
domestik.
Sedangkan
pada level mikro, kebijakan harga cenderung dipatok pemerintah, perusahaan
dimiliki oleh negara, ikim pasar sangat monopolis akibat intervensi negara, dan
tidak ada jaminan hak kepemilikan individu.
Ada tiga rintangan politik yang
sering terjadi untuk menikung perjalanan reformasi ekonomi (Haggard danh
Kaufman, 1995:156-157), yaitu :
- Kebijakan reformasi ekonomi yang menyentuuh barang-barang publik selalu menimbulkan masalah free riders
- Dalam pandanagn model distributif, kebijakan reformasi diasumsikan akan didudkung oleh kelompok pemenang dan dilawan oleh kelompok pecundang
- Masalah klasik dari reformasi ekonomi adalah biaya reformasi biasanya terkonsentrasi pada satu kelompok tertentu
Peruubahan
kelembagaan juga menyangkut aspek informasi yang bersumber dari reputasi,
kredibilitas, dan konsensus. Kegiatan ekonomi yang modern dan kompleks
mmunculkn fungsionalisme struktural untuk mengikuti perkembangan ekonomi.
Perubahan
kelembagaan memiliki keuntungan bagi masyarakat hanya jika biaya-biaya yang
muncul akibat perlindungan hak-hak lebih kecil ketimbang penerimaan dari
alokasi sumber daya yang lebih baik.
#tugas9
#9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar